bisnis online, jual beli online, sistem pembayaran, pembayaran online, bisnis online
Home » » Mengapa shalat khusyu' sulit didapatkan?

Mengapa shalat khusyu' sulit didapatkan?

Written By Supriadi on Thursday, April 13, 2023 | 5:13 AM

 Mengapa shalat khusyu' sulit didapatkan?


Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

(Al Baqarah, 2: 185 )


Secara fitrah manusia menginginkan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan dalam hidupnya. Peluang itu sebenarnya bisa diraih kapan saja, tanpa harus bersusah payah mencari sesuatu yang berharga mahal untuk memenuhinya. 


Sering kita memahami hal ini dengan paradigma yang keliru, bahwa kebahagian hanya bisa diraih dengan uang (materi) atau harus menjadi orang kaya terlebih dahulu baru akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan.


Pemahaman seperti ini sudah tentu mengalami  distorsi makna. Padahal kebahagiaan, ketenangan, cinta dan rindu itu bersifat sederhana dan konkrit. Potensi ini sebenarnya ada pada diri kita sendiri.


Banyak orang yang bingung mencari potensi tersebut atau menggunakan cara yang sulit untuk memperolehnya. 


Anda telah membuktikan dan merasakan ketika Anda mengalami cinta pertama. 

Bukankah Anda mendapatkan keadaan itu tanpa perlu mencarinya dengan istilah dan definisi dalam kamus bahasa pengetahuan. 


Cinta dan bahagia muncul dari dalam diri kita sebagai potensi yang paling asasi bagi manusia. Terkadang ia muncul begitu saja memenuhi ruangan hati tanpa kita minta. Terkadang pula ia hilang lenyap tanpa jejak sehingga sulit dicari kembali. Akhirnya kita mencoba keluar dari diri kita dengan cara bermacam-macam untuk menemukannya kembali.


Pertanyaan pertama yang muncul di benak kita adalah: 

"Mengapa shalat khusyu' sulit didapatkan?" 

Sementara di lain pihak, tak terhitung banyaknya orang seluruh dunia, sejak ribuan tahun lalu, mengolah kerohaniannya dengan caranya masing-masing. 

Jadi pasti ada sesuatu yang dapat mereka peroleh darinya. Bahkan beberapa teknik dianjurkan dalam bentuk yang berbeda oleh hampir setiap agama dan sistem kepercayaan.


Ummat Islam pun memiliki cara meditasi tersendiri, yaitu shalat yang memiliki gerakan dan bacaan tertentu sebagai terapi mental spiritual dan kesehatan tubuh sehingga diharapkan memberi manfaat bagi pelakunya.


Akan tetapi jarang orang yang mampu mengungkapkannya sebagai sebuah pengetahuan  yang bersifat universal, bahwa shalat merupakan cara yang paling mudah untuk menemukaan, ketenangan dan keselamatan. 


Bukan hanya sekedar mengatakan, bahwa shalat itu wajib hukumnya bagi orang Islam, tanpa mendalami maksud dan tujuan shalat dalam konteks manfaatnya bagi manusia. 

Sebagaimana banyak pelaku meditasi mengatakan bahwa di dalam bermeditasi terdapat perasaan pulang ke rumah (perasaan nyaman), seolah-olah menemukan suatu benda berharga yang sempat hilang.


Lawrence leShan, dalam bukunya "Bagaimana Bermeditasi" menyebutkan, 


bahwa kita bermeditasi untuk menemukan, merebut kembali kepada sesuatu dari diri kita yang secara samarsamar dan tanpa sadar pernah menjadi milik kita dan hilang tanpa mengetahui apakah itu atau dimana atau kapan kita kehilangan benda tersebut.


Dan apakah sesuatu yang hilang dari kita itu?


la adalah kontak dengan potensi diri kita yang mungkin pernah kita miliki yaitu berupa ketenangan dan kebahagiaan.

Semua orang merindukan keadaan ini, baik orang kaya maupun miskin. Namun kadang-kadang kita tergoda dengan melakukan kesenangan eksternal yang bersifat temporer dan tak akan berlangsung lama. 


Kita mencari ketenangan dengan biaya yang sangat mahal untuk sekedar santai dan mengendorkan syarat-syaraf yang tegang. 


Kita tidak pernah menyadari untuk memanfaatkan shalat sebagai alat penolong, sumber hidup, penerang jiwa dan tempat kita bertanya tentang persoalan yang sulit dipecahkan. Akibatnya kita tidak pernah mendengar jamaah di masjid memperbincangkan pengalaman shalat yang baru saja dilakukan. Sehabis shalat, ekspresi mereka tampak datar dan hambar. Tidak menunjukkan keadaan hati yang sedang berbahagia karena tersentuh cahaya llahi.


Berbeda dengan para pelaku meditasi. Ekspresi mereka menunjukkan adanya kebahagiaan dan perasaan nyaman, sehingga mereka pun ketagihan untuk mengulang kembali meditasi yang telah membawanya ke dalam diri yang hening dan damai.


Meditasi telah diminati oleh banyak orang diberbagai negara maju maupun berkembang, temasuk di Indonesia, karena dirasakan langsung ada manfaatnya.


Meditasi telah menjadi sebuah solusi yang handal untuk menjawab persoalan kehidupan masyarakat modern di barat. 

Banyak kajian-kajian ilmiah mengenai psikologi transendental yang telah diteliti oleh para ilmuwan dari efek meditasi, misalnya dalam penyembuhan pasien yang mengalami gangguan stress.


Sungguh menakjubkan bila kita tahu betapa banyaknya waktu yang digunakan orang untuk mendapat pengetahuan mengenai cara mencapai kebahagiaan jiwa yang hakiki (ekstasis). Para penganut aliran Jung berpendapat, bahwa dengan penyatuan dari ego jantan dan ego betina, animus dan anima, maka didapatkan kenyataan jiwa yang tidak pecah.


Apakah diakui atau tidak kebanyakan orang Islam pun terlibat dalam sebuah pencarian yang melelahkan untuk memperoleh hal sama (ekstasis), yaitu sebuah kekhusyu'an. 


Sayangnya, sampai kini tidak banyak sarjana muslim yang berani membicarakannya secara objektif. Mungkin karena mereka sudah menganggap shalat sebagai ibadah mahdhah yang tidak boleh disentuh oleh kajian ilmiah yang bersifat apa adanya. 

Di lain pihak, banyak juga orang yang mengatakan bahwa khusyu' hanya bisa dilakukan oleh orang-orang terpilih saja, seperti para Nabi dan wali-wali Allah. Kita hanya diperintahkan untuk memenuhi kewajiban bukan disuruh melakukannya dengan khusyu'. Yang terpenting syarat rukunnya sah, nanti diakhirat akan didapatkan pahala yang melimpah. Kalau sudah berpendapat seperti ini, sulit bagi kita untuk membahas persoalan khusyu' dari sisi psikologi, yang barangkali merupakan akar persoalan kegagalan kita dalam shalat. 

Seperti halnya perintah membaca Al Qur'an dibulan Ramadhan (tadarus), kita merasa bangga kalau kita telah membacanya sebanyak tiga puluh juz. Sementara kita melupakan, bahwa perintah membaca Al Qur'an itu bukanlah sekedar mengejar target bersyair dan berlomba paduan suara, akan tetapi untuk dikaji (mengaji) dan dilaksanakan. 

Perintah membaca Al Qur'an merupakan kewajiban pertama dan merupakan jendela ilmu yang akan kita raih dari kandungan setiap ayatnya. Kita banyak berhenti pada kalimat perintah awal tanpa ingin mengetahui mengapa kita diperintahkan untuk itu. 

Prinsip ini mempengaruhi kultur masyarakat kita terhadap etos kerja dan belajar yang amat rendah.


Syariat shalat telah menjadi bagian aktivitas yang menjemukan, bukan menjadi seperti apa yang dikatakan oleh Nabi sebagai tempat istirahatnya jiwa dan tubuh, sebagaimana sabda beliau "Wahai Bilal jadikanlah shalat sebagai istirahatmu".


Berbeda dengan prinsip yang telah kita jalani selama ini, bahwa shalat merupakan sesuatu yang membebani. Kita akan merasa lega dan terbebas dari beban itu setelah kita mengucapkan salam di akhir shalat. 

Terkadang jadi amat lucu mendengar seseorang ketika diajak shalat mengatakan: "Ah nanti saja shalatnya kalau pikiranku sudah tenang Hal ini menunjukkan bahwa shalat sudah merupakan bagian rutinitas yang amat membebani hidup. 

Shalat bukan lagi bagian dari kebutuhan ruhani selayaknya orang butuh istirahat (rileks) di gunung di pub atau rekreasi di pantai untuk mengendorkan syaraf-syaraf yang tegang.

Share this article :

0 komentar:

Post a Comment



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Catatan Online Supri7 - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Cara Gampang
Proudly powered by Blogger