bisnis online, jual beli online, sistem pembayaran, pembayaran online, bisnis online
Home » » INSPIRASI : GAGAL BERENCANA ARTINYA MERENCANAKAN KEGAGALAN

INSPIRASI : GAGAL BERENCANA ARTINYA MERENCANAKAN KEGAGALAN

Written By Supriadi on Monday, May 14, 2012 | 7:59 PM


Dikutip dari salah satu media nasional, angka pengangguran terbuka di Sulawesi Selatan (Sulsel) turun ke angka 8,4 persen. Angka itu tercapai dalam rentang waktu 2005 hingga 2010. Hal ini terjadi  karena perkembangan sosial-ekonomi Sulsel sangat pesat dalam kurun waktu lima tahun ini. Bila melihat angka dan data statistik lainnya bahkan ada yang melebihi rata-rata pencapaian nasional. Salah satu kekuatan Sulsel adalah sektor pertanian. Sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar tingginya pertumbuhan ekonomi Sulsel. Dari hal ini tidak serta merta mengartikan bahwa pemerintah daerah Sulsel sukses besar dan bisa berpuas diri. Di lain pihak, pembiayaan pembangunan di daerah masih di dominasi dana transfer, pola belanja pemerintah menunjukkan alokasi yang tidak berimbang antara belanja modal dan belanja pegawai. “Ada kecenderungan bahwa belanja pegawai itu bergerak lebih cepat dibanding peningkatan total belanja daerah, sementara belanja modal sendiri bergerak agak linear. Bagi saya kecenderungan seperti ini  sebenarnya tidak menyenangkan bagi pemerintah Sulawesi Selatan. Karena seharusnya bahwa ketika total belanja daerah meningkat,  mestinya proporsi belanja pegawai harusnya semakin mengecil. Dengan cara itu kita berharap agar daerah bisa mengalokasikan belanja modal yang lebih signifikan,” ujar Dr. Agus Salim dari Pusat Pengembangan Penelitian Kebijakan dan Manajemen UNHAS (P3KM-UNHAS). “Paling tidak dalam catatan saya ada 5 atau 6 Kabupaten/Kota di Sulsel yang memiliki proporsi belanja pegawai diatas 60% dari total belanja,” sambungnya.

Hal ini terungkap ketika Dr. Agus Salim bersama Ibu Nursini yang berasal dari P3KM UNHAS bersama Bapak Syamsuddin Alimsyah  dari KOPEL  menjadi narasumber dalam acara “Inspirasi BaKTI: Potret Belanja Sulawesi Selatan’ yang diadakan di BaKTI tanggal 28 Februari 2012. Peningkatan kapasitas pemahaman akan perencanaan anggaran sangat penting bagi pelaku pembangunan, tidak hanya bagi perencana dalam pemerintahan namun juga bagi seluruh pelaku di berbagai sektor pembangunan. Keterlibatan publik dalam proses perencanaan dan penganggaran menjadi penting khususnya dalam proses transparansi dan akuntabilitas anggaran. BaKTI bekerja sama dengan Tim Peneliti PEA Sulawesi Selatan mengadakan kegiatan diskusi dan sharing informasi terkait isu ini untuk meningkatkan pemahaman tentang isu Belanja Publik dan membuka ruang berbagi informasi dan kerjasama terkait isu tersebut.

Temuan-temuan yang dijelaskan tadi diambil dari hasil penelitian terhadap pengeluaran publik Provinsi Sulawesi Selatan yang bersumber dari APBD 2005-2010 di seluruh kabupaten/kota Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh tim Peneliti PEA dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) UNHAS. Analisis ini adalah bagian dari program PEACH (Public Expenditure Analysis and Capacity Harmonization) di Sulawesi Selatan, program kerjasama Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan, Bank Dunia dan Canada International Development Agency (CIDA). Laporan Hasil Analisa Belanja Publik Provinsi Sulawesi Selatan yang berjudul "Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur" ini telah diluncurkan pada tanggal 1 Februari 2012.

Ibu Nursini memaparkan bahwa belanja pemerintah daerah Sulawesi Selatan meningkat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 17,4% pertahun periode 2005-2010 dimana provinsi secara rata-rata meningkat 10% dan Kabupaten/Kota meningkat rata-rata 18,23%. Kemudian ia menambahkan bahwa porsi belanja pegawai mencapai rata-rata 44% pertahun (Provinsi 26% dan Kabupaten 48%). Hanya menurut Ibu Nursini, porsi belanja menurut sektor didominasi oleh pemerintahan umum tapi cenderung menurun dan sektor pendidikan yang cenderung meningkat.

“Dilihat dari ukuran belanja per sektor , kita bisa mengatakan bahwa sebetulnya struktur belanja di Sulsel cukup bagus dan berada pada track yang betul. Contohnya sektor pendidikan meningkat, dimana sebelumnya tahun 2005 di angka 20,89% sekarang di tahun 2011 menjadi 30,27%. Catatan positif yang bisa dilihat adalah sektor pemerintahan umum menunjukkan penurunan proporsi belanja yang mengecil dari 2005 ke 2011, yang sebelumnya menyerap 45,01% sekarang menjadi 33,48%, walaupun serapannya masih besar, sektor lain seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur sudah memiliki alokasi yang cukup besar,” sambung Dr. Agus Salim dalam penjelasannya. Tetapi hal ini sekaligus juga menunjukkan bahwa Kabupaten/Kota itu 80% untuk belanja pegawai di sektor pendidikan.

Sekitar 4/5 total biaya pendidikan di Kabupaten/Kota dinikmati oleh pegawai. Sedangkan di propinsi sekitar 72% biaya sektor pendidikan masih dinikmati oleh pegawai. Ternyata proporsi yang besar untuk sektor pendidikan yang mencapai 30,27% itu ternyata sebagian besar diperuntukkan untuk pegawai. Dilihat dari sektor pendidikan, salah satu keberhasilan yang bisa dilihat adalah angka rata-rata lama sekolah. Hal ini dikontribusi oleh kebijakan pendidikan gratis yang memperpanjang rata-rata lama sekolah dengan angka 0,4 tahun di tahun 2009-2010 walau pun hal ini pun masih jauh dari target 2013 Sulsel di angka 8,5 tahun. Di sektor kesehatan belanja pegawai masih mendominasi, angka 45% untuk Kabupaten/Kota sedangkan propinsi 48%. Sedangkan kasus gizi buruk masih cukup tinggi, di tahun 2008 ada kasus sebanyak 1,998 orang sedangkan di tahun 2009 meningkat menjadi 2,040 orang. Sedangkan di sektor infrastruktur belanja sektor didominasi  oleh belanja modal, tahun 2005 masih diangka 66% meningkat menjadi 78,41& di tahun 2011 juga proporsi belanja pegawai terhadap total belanja infrastruktur cenderung menurun.

Narasumber lainnya Bapak Syamsuddin Alimsyah dari KOPEL berpendapat bahwa sebenarnya dari tahun ke tahun pendapatan asli daerah (PAD) terus meningkat. “Bahkan peningkatannya rata-rata 46% persen,” imbuhnya. “Tetapi kemudian tren belanja semakin meningkat, hanya kalau melihat Indeks Prestasi Manusia (IPM) Sulsel tahun 2007-2010 sampai di posisi 19, sepertinya target tahun 2013 tidak mungkin tercapai yang ingin mencapai target 10 besar,” sambungnya. Bapak Syamsuddin Alimsyah juga menyoroti belanja modal yang menyentuh lansung ke masyarakat hanya 338 miliar atau 7,7% dari total belanja. Kelemahan pemerintah Sulsel adalah terkonsentrasi melakukan program yang bukan prioritas. Contohnya, pendidikan terkonsentrasi pada pendidikan SD dan SMP yang seharusnya adalah urusan pemerintah Kabupaten/Kota.

Lalu setelah melihat temuan-temuan ini, pertanyaan besarnya adalah ada apa dengan Belanja Publik Sulawesi Selatan? Bagaimana memadukan data, kebijakan, dan perencanaan untuk penganggaran? Dari temuan ini sebenarnya memberikan gambaran awal saja, bagaimana sebetulnya rumah besar pengelolaan keuangan Provinsi Sulsel. Hasil dari penelitian ini adalah sebuah rekomendasi dimana hal tersebut bisa ditindaklanjuti pemerintah daerah. “Apa yang direkomendasikan disini adalah bagaimana membuat kebijakan keuangan. Bagaimana kerangka pembelanjaan penganggaran lima tahun ke depan itu tidak memiliki alokasi anggaran kesana kemari, karena diikat oleh kebijakan keuangan,” kata Prof. Madjid Sallatu selaku Ketua Tim Peneliti Public Expenditure Analysis (PEA) Sulsel. “Salah satu entry point untuk memperbaiki hal ini adalah perkuat perencanaan, karena perencanaan itulah yang mengindikasikan anggaran, karena selama ini kita tidak konsisten dan disiplin dalam perencanaan, jadi kebijakan penganggaran dan kebijakan perencanaan diperlukan,” sambung Pak Madjid. Jadi ketika gagal berencana artinya secara langsung merencanakan kegagalan pula

Share this article :

0 komentar:

Post a Comment



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Catatan Online Supri7 - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Cara Gampang
Proudly powered by Blogger