“Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya”
Kutipan diatas adalah surat Raden Ajeng Kartini ke salah satu teman penanya di Belanda, Nyonya Abendon, Agustus tahun 1900. Ternyata apa yang dilakukan oleh Kartini pada jaman itu, menjadi tonggak sejarah perjuangan emansipasi perempuan sampai saat ini. Kesetaraan adalah sesuatu yang dicita-citakan Kartini sejak dulu. Kartini dengan buah pemikiran dan torehan penanya membuka tirai hitam yang waktu itu menutupi kaum perempuan.
Dimasanya, Kartini tidak bisa seperti kaum perempuan sekarang. Surat-surat Kartini yang isinya banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan yang lebih maju. Ayah Kartini tergolong maju karena ia menyekolahkan anak-anak perempuannya, walaupun hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu kesetaraan masih tertutup. Ia terkekang namun masih bisa bergerak, ia dilarang bicara tetapi masih bisa berpendapat. Cita-citanya yang kuat bukan hanya untuk kaum perempuan saja, melainkan kesetaraan untuk seluruh umat manusia, darimana pun dia berasal.
Bukan hanya itu saja, keberanian Kartini untuk bersikap menjadi contoh untuk perempuan-perempuan lainnya mengambil kesempatan untuk maju dan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. “Salah satu tantangan terbesar yang ada di depan kaum perempuan sekarang adalah dirinya sendiri. Apakah perempuan mau maju dan berani mengambil kesempatan yang ada, banyak kesempatan yang diberikan, hanya tinggal kita, kaum perempuan mau memanfaatkan kesempatan itu atau tidak,” ujar Ibu Hj. Indah Putri. Dilihat dari sosoknya, Ibu Indah masih muda dan enerjik. Dengan memanfaatkan kesempatan yang ada, Ibu Indah sukses dalam karirnya. Ibu muda ini sekarang menjadi Wakil Bupati Kabupaten Luwu Utara.
Masyarakat Indonesia setiap tahun memperingati Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April. Kartini dikenal sebagai tokoh perempuan yang meletakan dasar pemikiran baru untuk kaum perempuan Indonesia. Memaknai hari Kartini bukan hanya seremonial yang biasa dilakukan sebagian masyarakat namun yang lebih penting adalah bagaimana semangat emansipasi dan kebangkitan perempuan yang diperjuangkan kartini bisa diwujudkan dalam tindakan dan perbuatan nyata bagi masyarakat.
Budaya patriarki yang masih kuat terjadi di masyarakat kita tentu berimplikasi terhadap berkurangnya aktivitas perempuan dalam kegiatan masyarakat. Namun seiring perkembangan waktu, peluang dan kesempatan bagi perempuan Indonesia di era reformasi dan globalisasi untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan semakin terbuka. Saat ini, sudah banyak perempuan Indonesia yang sukses diberbagai bidang termasuk pengabdian untuk masyarakat lewat berbagi insiatif dan kegiatan serta menduduki posisi penting di pemerintahan.
Berbagai dinamika diatas diangkat oleh BaKTI bekerjasama dengan Harian Fajar dalam acara diskusi Inspirasi BaKTI bulan April 2012 dengan tema “Saya Perempuan, Saya Bisa!”. Acara ini mengangkat kiprah nyata perempuan dalam pembangunan. Dua orang pembicara yang hadir dalam diskusi ini adalah Hj. Darmina Daraba, Pimpinan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat/PKBM Gowa dan Hj. Indah Putri Indriani (Wakil Bupati Luwu Utara).
Inspirasi BaKTI adalah event yang diadakan setiap bulan dan dihadiri oleh pemerintah daerah, akademisi, LSM, mitra pembangunan internasional dan masyarakat umum lainnya. Event ini diadakan setiap bulan dan dihadiri oleh pemerintah daerah, akademisi, LSM, mitra pembangunan internasional dan masyarakat umum lainnya. Para peserta diskusi diberikan ruang untuk memaparkan program, promosi program, membahas kendala-kendala yang terjadi, saling memberi masukan, bertukar pengetahuan dan membuat kesepakatan bersama demi pembangunan didaerahnya pada khususnya dan Kawasan Timur Indonesia pada umumnya.
Kesempatan yang terbuka juga diambil dengan baik oleh Ibu Hj. Darmina Daraba. Dengan pengalamannya mengajar sebagai guru puluhan tahun, Ibu Darmina sedih melihat keadaan sekelilingnya. Ia melihat banyak perempuan umur belasan tahun yang sudah menikah muda. Pada akhirnya ada yang cerai atau hidup dalam kemiskinan karena tidak bisa membaca dan menulis. Pengalaman masa lalu Ibu Darmina yang menikah muda, membuat dirinya tidak mau perempuan-perempuan lain memiliki nasib yang sama.
Hal inilah yang mendorong Ibu Darmina pensiun awal dari karirnya sebagai guru dan mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sandyka untuk memerangi buta aksara yang sebagian besar dialami wanita usia dewasa di Gowa, Sulawesi Selatan. Awalnya tak mudah untuk mengajak mereka belajar, mantan guru inpres selama 30 tahun ini kemudian membuat acara demo masak yang diselipi pelajaran membaca dan menulis tanpa pungutan biaya. Bahkan ia berani menggadaikan SK kepegawaiannya untuk modal mendirikan pusat kegiatan ini.
“Semua pekerjaan itu ada tantangan, dimana ada kemauan disitu ada jalan, jadi kita sebagai perempuan, kita tidak usah berkeluh kesah, kalau ada kemauan kita terus saja,” sambung ibu yang ahli membuat abon telur ini. Ibu Darmina sering mengumpulkan ibu-ibu disekitar tempat tinggalnya dan berdiskusi untuk membuat kegiatan bersama. Sampai akhirnya PKBM Sandyka berdiri, Ibu Darmina sudah mengetahui apa kebutuhan ibu-ibu tersebut, sehingga tidak sulit untuk menjaring ibu-ibu yang tidak membaca agar ikut dalam kegiatan yang diadakan di PKBM.
Ibu Indah menyambung hal tersebut dengan melihat bahwa tantangan di setiap jaman memang berbeda. Tantangan yang terbesar untuk kaum perempuan saat ini adalah bagaimana perempuan bisa menunjukkan kapasitasnya. Sama seperti Kartini disuratnya yang menginginkan sesuatu bukan diatas angan-angan. Kartini hanya menginginkan anak-anak perempuan diberikan kesempatan untuk belajar membaca. Karena dengan belajar membaca dia akan menjalankan kewajibannya untuk mendidik anak-anak, karena perempuan adalah sekolah pertama untuk anak-anak baik itu laki-laki atau perempuan yang menjadi calon penerus masa depan. “Yang penting bagaimana perempuan bisa membawa dirinya menjadi agen perubahan sosial di masyarakat, apalagi barrier sosial budaya relatif sudah mulai bergeser,” sambungnya.
Kedua narasumber sepakat bahwa tantangan terbesar pada jaman sekarang adalah dari perempuannya sendiri. Banyak perempuan yang sudah merasa nyaman dan tidak mau keluar dari zona tersebut. Hirarki budaya bukanlah menjadi suatu penghalang lagi. Yang penting bagaimana perempuan mengambil kesempatan yang ada. Apabila perempuan ingin maju dan membuat perubahan, maka perempuan harus mengambil resiko. Apa yang dilakukan oleh Ibu Darmina dan Ibu Indah adalah mengambil resiko dalam bidang yang mereka pilih. “Struktur budaya itu relatif sudah bergeser dan memberikan ruang , bukan lagi melihat apakah dia perempuan atau pria tapi sejauh mana kapasitas seseorang bisa diperlihatkan dan dipertanggungjawabkan dan bisa memberikan keyakinan kepada masyarakat” kata Ibu Indah menutup penjelasannya.
0 komentar:
Post a Comment